Kompasupdate.id – Seorang aktivis asal konawe utara Henrik, Yang rekam jejaknya tak asing dengan jeruji besi demi memperjuangkan hak-hak masyarakat dari cengkeraman perusahaan tambang, Hari ini kembali menyuarakan kritik pedas terhadao 79 perusahaan diwilayah Kab. Konawe Utara (Konut) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Ia menyoroti dugaan pelanggaran sistematis, Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 oleh nyaris seluruh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di wilayah tersebut.
Berdasarkan data DPM-PTSP Provinsi sulawesi tenggara tahun 2020, terdapat 79 IUP tambang nikel di Konawe Utara, namun sejak aturan ini diundangkan tak satu pun yang mengimplementasikannya.
“Saya tahu betul rasanya berjuang, bahkan harus dibayar mahal dengan kebebasan, saya pernah di penjara demi melihat keadilan ditegakkan di tanah ini,” Tegas Hendrik pada jumat 25/07/2025
Hendrik menegaskan bahwa, Pasal 124 ayat (1) itu jelas. Pemegang IUP atau IUPK wajib menggunakan perusahaan Jasa Pertambangan lokal dan/atau nasional.
“Ini bukan sekadar pasal di atas kertas, ini adalah amanat hukum yang bertujuan memberdayakan pengusaha lokal dan masyarakat konawe utara. Tapi faktanya, 79 perusahaan raksasa ini hanya jadi penonton dari penindasan yang mereka lakukan!” Tegasnya
Hendrik menyoroti ironi yang menyakitkan: banyak perusahaan lokal yang kini hanya bisa gigit jari, menjadi penonton di tanahnya sendiri, sementara kekayaan bumi Konut terus dikeruk tanpa memberikan dampak signifikan pada kesejahteraan
Lebih parah lagi, ketika mereka berani menuntut hak untuk diberdayakan, kriminalisasi justru menjadi balasan
“Ini sungguh tidak masuk akal! Mereka ambil nikel kami, mereka hancurkan lingkungan kami, tapi ketika pengusaha lokal ingin terlibat mereka malah diintimidasi, bahkan sampai dijebloskan ke penjara,” kecam Hendrik,
Ia menambahkan bahwa kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh operasi tambang ini telah berdampak buruk pada masyarakat lingkar tambang, merusak lahan pertanian, mencemari sumber air, dan mengancam mata pencaharian tradisional.
Hendrik mendesak keras Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian ESDM dan penegak hukum, untuk tidak menutup mata.
“Saya menuntut audit mendalam dan transparan terhadap seluruh 79 perusahaan IUP nikel di Konawe Utara. Cabut izin mereka yang terbukti melanggar Pasal 124 ini! Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis dan pengusaha lokal yang hanya menuntut hak” serunya.
Ia menegaskan bahwa perjuangan ini adalah demi keadilan dan masa depan Konawe Utara.
“Kami tidak akan diam melihat bumi kami dirusak dan rakyat Konawe Utara diinjak-injak. Ini adalah panggilan untuk pemerintah. tegakkan hukum, berpihaklah pada rakyat, dan pastikan kekayaan alam kami benar-benar membawa kesejahteraan bagi masyarakat bumi Konawe Utara sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bukan hanya segelintir korporasi,” Tutup Hendrik